Laman

Senin, 20 Desember 2010

bersyukur, kalimat yang susah diucapkan

entah mengapa sekarang ini saya seringkali mendengar keluhan, cacian, umpatan, dsb. jarang sekali saya mendengar ucapan syukur dari mulut seseorang. benarkah seperti itu perkembangan jaman sekarang? apakah umpatan adalah keharusan?

saya kira tidak. jujur saja, saya hidup dengan lingkungan yang keagamaannya bisa dikatakan tinggi, tetapi bahkan hal itu bukan pegangan bahwa orang yang hidup di dalamnya berkata sesuatu yang baik. bahkan anak-anak kecil pun sudah bisa membuat orang dewasa menggelengkan kepala mereka.

sebesar itukah perkembangan jaman ini? atau sekeras itukah dunia ini?

sekali waktu, orang-orang saling memuji, lain waktu orang-orang itu mencela kembali.

apakah dari mereka tidak bisa keluar kata "terima kasih" atau apapun? seharusnya kita selalu melihat sekeliling kita. kalau kita berpikir kita menyedihkan, ada yang lebih menyedihkan dari kita.
kalau kita berpikir kita buruk, di luar sana banyak orang yang lebih buruk dari kita.

mengapa kita tidak bisa mensyukuri apa yang sudah diberikan kepada kita? meskipun itu hanya berdiam diri dan menanti hal yang akan terjadi. sebenarnya hal itu tidak lah susah, tidaklah sulit..hanya apakah kita mau menerimanya atau tidak? hanya itu.

semua itu kembali pada diri kita sendiri, karena semua ucapan, tingkah laku, dan perbuatan dikendalikan oleh diri kita sendiri. oleh sebab itu, sebaik-baiknya kita mengatur ucapan, perilaku, dan perbuatan, disanalah sebenarnya kita telah berbuat kebaikan.

Rabu, 15 Desember 2010

The Letters part 3

cerita selanjutnya...

akhirnya masa MOPD pun selesai, mereka dikumpulkan di suatu ruangan untuk penerimaan siswa baru secara resmi. Atha mencari tempat duduk yang menurutnya nyaman. akhinya dia memutuskan untuk duduk dekat jalan menuju pintu keluar. di sampingnya ada dua anak perempuan
"eh, yang ngisi sambutan dari siswa baru anak cowo itu kan? siapa namanya???"kata anak perempuan yang duduk di sebelah atha.
"regian, katanya sih gitu. aduh, udah ganteng, cool, jadi wakil siswa baru lagi."sahut temannya.
"iya, iya, setuju banget..dia sekelas sama gue ga ya nanti???" kata anak perempuan yang pertama.

apa sih? regian? siapa tuh kok gue baru tau, pikir atha.

acara pun dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah dan wakil guru, lalu tiba waktunya wakil dari anak baru yang dibicarakan oleh anak perempuan tadi memberikan sambutannya.

"baik, selanjutnya bagi ananda Regian Putra rahardi dipersilakan untuk naik ke podium dan memberikan sambutan," lanjut si pembawa acara. atha merasa ada yang menepuk punggungnya. "maaf," kata anak itu singkat. atha tidak melihat siapa anak itu, baru setelah anak itu naik ke atas podium atha mengenali anak laki-laki itu.
"itu bukannya anak cowo yang gue tabrak?"bisik atha pada dirinya sendiri,"jadi namanya regian."

sampai di luar gedung, atha mencari-cari ibunya. tadi pagi sebelum ia berangkat ke sekolah ibunya berkata bahwa sepulang sekolah nanti ia ibunya akan menjemputnya.
atha memutuskan untuk berjalan menuju sebuah kursi di taman dekat sekolahnya itu. dia tidak menyadari bahwa sedari tadi ia diikuti oleh seorang anak laki-laki.


"hei!"tegur anak itu. atha terkejut karena tiba-tiba disapa oleh orang lain.

Minggu, 12 Desember 2010

The Letters part 2

cerita selanjutnya..

Gian terus menatap surat-surat itu, tanpa membukanya. setelah berlama-lama berkutat dengan pikirannya, dia mengambil surat yang terletak paling atas.

Bandung, 5 november 2000

kepada orang-orang yang kucinta,
terima  kasih..

hari ini tepat saat aku berusia 12 tahun, dan aku merasa sebagai orang yang paling beruntung di dunia ini. karena kau, ibu, aku terlahir di dunia ini. betapa beruntungnya aku mempunyai ibu sepertimu. yang selalu menunggu kami pulang dari sekolah, dan bahkan terkadang kami sudah terlalu lelah untuk berada disampingmu, tapi ibu selalu menunggu kami.

untuk kakakku yang baik hati, tetap semangat kak! ujian udah mau selesai kok..Atha doain biar dapet cumlaude deh...

untuk ayah, terima kasih atas pengorbananmu, tetesan keringatmu. karena ayah, aku bisa terus sekolah seperti ini. 

Atha ga tau kenapa tiba-tiba Atha kepengen nulis surat ini, rasanya kepengen aja. sayang juga kertas surat yang dikasih sama mbak Kania ga aku pake. hehe..

sebelumnya aku mau bilang makasih dulu deh, akhirnya aku bisa masuk ke sekolah yang (katanya sih) paling bagus, yee! makasih ibu, ayah, kakak, atas doa kalian..i love you all, muah..muah..
lagian, aku kan ga pandai ngomong, jadi aku tulis disini aja. jadi kalo suatu saat ada yang nemuin surat ini, sampein ke yang lain ya. terus aku mau bilang apa lagi ya? hemm, yang terakhir...


Atha sayang kalian semua, baik-baik yaa...

anakmu, dan adikmu...
Agatha primadini

gian menundukkan kepalanya, mencoba menerima apa yang baru saja dibacanya. dia kembali ke masa lalu, saat dia melihat Atha di sekolahnya, mengenakan seragam putih merah dengan pita berwarna-warni sama seperti dirinya.

***

Sabtu, 11 Desember 2010

The Letters

PROLOG...

Yang ku tahu, saat dia disisiku aku merasa benar. Saat dia menatap mataku aku menjadi kuat. Asalkan dia ada disini menemaniku, aku akan tetap hidup.

CERITA 1~

Gian berjalan menyusuri pekarangan rumah yang tak asing lagi baginya, melewati pohon cemara yang tercium baunya karena hujan semalam. menuju ruangan yang menjadi saksi perjuangan kekasih tercintanya. Sampai saat ini dia masih tidak percaya akan hal ini, seakan-akan semua ini adalah mimpi yang amat menyakitkan tapi dia tahu ini bukan mimpi dan ini takkan pernah berakhir.

di ruangan itu, sebuah kamar yang amat rapi dan indah, sahabatnya yang selalu ceria itu menumpahkan segala perasaannya. Gian menyusuri tiap benda yang tersusun rapi di meja yang terletak di sebelah jendela kaca besar, dan tepat saat itulah ia melihat beberapa pucuk surat terikat pita satin berwarna kuning senada dengan amplopnya dan beberapa lembar kertas surat yang belum sempat ditulis apapun di atasnya. dia mengambil surat-surat itu, menelitinya, dan membaca tulisan yang menyertai setiap amplop itu.
  "tulisan Atha," pikirnya,"buat siapa semua surat ini?"

gian duduk di sisi tempat tidur, membaca satu persatu tulisan di amplop tersebut. Dan saat itulah baru ia menyadari bahwa surat itu bukanlah untuk dirinya atau orang lain, melainkan untuk Atha sendiri.