Laman

Senin, 30 April 2012

Karena Aku Mencintaimu

Hamdan-
"aku telah mengatakannya!! aku telah mengatakan bahwa aku mencintainya!
namun ia tetap berdiri disana, membelakangiku, lalu berkata bahwa itu hanya perasaanku saja,
dia berkata bahwa aku TIDAK mencintainya!!"

Puput-
"aku tahu, dia memang mencintaiku, bahkan aku lebih tahu dari dirinya sendiri
namun aku telah melihat gadis itu, melihat tatapannya saat memandang kekasihku.
percayalah, aku melakukan hal yang benar. karena aku sangat mencintainya." lalu gadis itu tersenyum

---------------------

Hamdan's POV-

"aku mau ngomong," rasa takut itu tercermin dalam suaraku, bahkan aku benci mendengarnya, "please, Sayang."
dia tetap bergeming, seolah tak mendengarku. lalu aku menyerah, aku berbalik beranjak pergi.
"katanya mau ngomong, kok malah pergi? ngomong aja, kak."
aku berbalik, tapi dia tidak beranjak dari posisinya, dia tetap membelakangiku.

"aku...ak-" dia memotongku, "aku tau, aku tau, pasti soal Rista, tenang aja kak aku gapapa kok, aku baik-baik saja"
aku menghampirinya, memeluknya. "aku mencintaimu, lebih dari aku mencintainya" dia melepaskan pelukanku, berbalik menghadapku. betapa terkejut aku saat ku lihat sorot matanya, tak bisa kutebak. aku melihat sakit yang teramat sangat, namun rasa sakit itu tertutupi dengan amat sangat sempurna, sehingga aku ragu.
"kakak, sampai sekarang pun kamu masih membohongi dirimu sendiri, cukup kak. sudah saatnya kamu bahagia," seharusnya kamu melihat senyumnya, begitu tulus, dan rapuh. mataku membelalak, mulutku terbuka, menganga dengan cukup lama. "apa yang kamu katakan put?! kamu ga tau apa yang kamu katakan! kamu ga boleh bilang begitu!"
"aku tau, kak, aku tau apa yang aku katakan barusan." dia meraih tanganku, "justru kakak yang ga tau apa yang baru saja kakak katakan, terlalu lama kakak membohongi perasaan kakak sendiri, aku ga sanggup harus melihat kakak berbohong lagi."
"bagaimana kamu bisa berpikir aku tidak mencintaimu, Hah? kurang dari 2 bulan lagi kita bertunangan, Put!" aku merasa begitu marah padanya, bisa-bisanya dia berbicara seperti itu.
"kalau begitu, boleh aku meminta satu permintaan kak? satu permintaan, agar aku percaya bahwa kakak memang mencintaiku." Ya Tuhan! lihat matanya, lihat dirinya! aku ingin memeluknya! aku tidak sanggup melihat matanya! hentikan, put! hentikan! begitu ingin ku mengatakannya, namun yang keluar, "apa, Sayangku?"
"aku ingin kita berpisah, aku ingin kita berpikir tentang hubungan kita lagi, tapi sebelum itu aku minta waktu kamu selama satu bulan, bersikaplah seperti biasa di depan orang tua kita. setelah itu, urusanku yang membereskan semuanya."
"Putri, dengarkan aku. aku gak mau pisah sama kamu, aku cinta sama kamu." apa-apaan sih dia ini? mengapa dia berpikir seperti itu?
"justru kakak yang dengarkan aku, kalau kakak memang berpikir bahwa kakak mencintaiku. Rista lebih baik- bukan, dia sempurna untuk kakak. aku merelakanmu untuknya, karena kalian saling mencintai." dia menyentuh wajahku, "jangan berpikir bahwa aku sakit, walaupun aku mencintaimu dan kamu tau itu, aku lebih kuat daripada apapun, kak. melihat kakak berusaha mencintaiku, membuatku menderita, kak. maka dari itu, cukup."
aku ingin pergi dari sana, tapi meninggalkannya sendiri, saat begini rapuh? tidak aku tidak mau mengambil resiko.
"aku baru selesai masak, kak, saat kakak datang tadi. aku tau kakak udah kepingin banget pergi, tapi makan dulu ya, kak, kakak pasti belum makan"

Puput's POV-

aku menutup pintu, lalu entah mengapa kakiku terasa sangat lemas. hatiku sangat sakit, nyeri, nyeri sekali. aku tidak akan menangis, atau malah aku tidak bisa menangis.

Ya Tuhan, terima kasih, kau memberiku kekuatan untuk mengakhirinya. aku yakinkan diriku sendiri bahwa ini yang terbaik, bahwa ini memang yang terbaik.
setidaknya aku sudah melewatkan bagian terburuk saat dia menunjukkan sorot mata sedihnya, frustasi, dan takutnya itu. ada bagusnya juga aku memperhatikan halaman rumahku yang kini basah karena air hujan.
sekuat tenaga aku tutupi perasaanku yang sesungguhnya saat bicara dengannya, dan sepertinya berhasil.

"sebulan..." ucapku lirih dalam hati, aku menghela nafas.

Hamdan's POV-

aku kemudikan mobilku secepat mungkin, aku ingin berteriak- bukan, aku perlu berteriak.
semuanya salahku, salahku menguji cintaku padanya dengan menjadikan Rista kekasihku, salahku memberikan nomor Puput pada Rista sehingga dia menceritakan semua pada Puput, salahku berkata bahwa aku mencintai Rista.

saat sampai di daerah Bogor aku belokkan mobilku, pergi ke rumah sahabatku.

Puput's POV-

aku angkat telfon itu, langsung mengenali suara di seberang sana

"Assalamualaikum, kenapa Gung?" tanyaku
"Waalaikumsalam, Put, lu tuh kenapa sih? kok mutusin hamdan gitu?" lalu aku mulai mendengarkan ceritanya melalui ponsel, sampai dia selesai, aku hanya menjawab "Gung, tolong kuatkan dia, yakinkan dia bahwa ini yang terbaik, dan aku tahu, dia memang mencintaiku, bahkan aku lebih tahu dari dirinya sendiri namun aku telah melihat gadis itu, melihat tatapannya saat memandang kekasihku. percayalah, aku melakukan hal yang benar. karena aku sangat mencintainya."
"tapi kenapa harus gini sih, Put?" Agung sepertinya sudah menyerah.
"ini yang terbaik, percaya deh sama gue" lalu agung mengakhiri telfonnya

aku mulai mengetikkan pesan untuknya

Gung, ada sesuatu yang ga bisa aku bilang sekarang. tapi pada saatnya nanti kamu akan tau. jangan katakan ini sama kak Hamdan ya, please :)

tak ada balasan

writer's POV-

mereka menjalani hari-hari mereka selama sebulan itu, seakan tak ada masalah apa pun diantara mereka. orang tua mereka sangat bahagia, itu yang diinginkan oleh puput. minggu ke-3, Hamdan melihat sesuatu yang aneh pada diri Puput. dia semakin kurus, wajahnya semakin tirus, dan pucat, sampai pada akhirnya di hari ke-4 minggu terakhir kebersamaan mereka, Puput jatuh pingsan, dan tepat sebulan kebersamaan mereka, ia meninggalkan semua yang ia cinta.

dokter mendiagnosa penyakitnya, pada hari yang sama saat Hamdan mengatakan bahwa ia mencintai Rista. kanker yang selama ini merenggut kesehatannya, yang tak pernah ia ceritakan pada siapapun, orang tuanya sekalipun. Sebulan, itulah sisa waktu yang ia miliki.

Hamdan's POV-

aku membuka surat itu, surat dari dia yang kucinta

Dear Hamdan,

maafkan aku, kak. meninggalkanmu begini cepat. maafkan karena tak pernah aku bercerita kepadamu. aku tak sanggup melihatmu bersedih, tersenyumlah kak. aku sangat menyukai senyummu. kak, aku tahu kamu sangat mencintaiku, ya aku bohong padamu saat itu, agar kamu lebih mudah melupakanku, dan mencintai Rista. aku melihatnya, sorot matanya saat memandangmu, aku merasakan cinta yang begitu besar. karena itu, lupakan aku. cintailah dia seperti dia mencintaimu, aku takkan memaksamu melupakanku kalau kamu tidak mau, tapi aku memaksamu untuk menjadikan dia yang kamu cinta sebagai penggantiku. aku akan bahagia, percayalah kak. sesederhana itu cintaku padamu, kebahagiaanmu adalah segalanya bagiku...

with love,

Ananda Putria

seketika itu jatuhlah air mataku
Aku berjanji padamu, Cintaku. aku akan mengingatmu dalam hatiku dan aku akan mengikuti kemauanmu, seperti dulu saat kamu memintaku membuktikan cintaku padamu.sesederhana itulah cintaku padamu.




-The End- 

Jumat, 06 April 2012

Someone i love, someone i adore


Akhirnya ku menyadari
Hati yang dulu sepi, kini terisi
Menghangatkan sanubari, menguatkan diri
Angin yang mungkin membawanya kemari
Dia, sang pujaan hati

Fatamorgana, seperti itulah ia
Aku hanya bisa menulis kata indah yang juga tak bisa kukatakan padanya
Ungkap segala rasa yang ada di dada, yang menyesakkan jiwa
Zona itu terlalu abu-abu untukku, karena ku tahu sulit bagiku bersamanya
Itulah cinta, kau takkan tahu bagaimana kau mendapatkannya bagaimana kau merasakannya...